Archive for the ‘Faith’ Category

Buku Kehidupan

Posted: 22 March, 2011 in Faith

Hidup manusia itu seperti sebuah buku.

Cover depan adalah tanggal lahir,
cover belakang adalah tanggal di kubur.

Tiap lembarnya adalah tiap-tiap hari dalam hidup kita dan apa yg kita lakukan.

Ada buku yg tebal ada buku yg tipis,
ada buku yg menarik di baca, ada yg tidak sama sekali.

Sekali menulis tidak akan pernah berhenti sampai selesai.

Yang hebatnya, seburuk apapun halaman sebelumnya, selalu tersedia halaman selanjutnya yg putih dan bersih, baru dan tiada cacat.

Sama dengan hidup kita, seburuk apapun kemarin Tuhan selalu menyediakan hari yang baru untuk kita.

Kita selalu diberi kesempatan yg baru untuk melakukan sesuatu yang benar dalam hidup kita setiap harinya, memperbaiki kesalahan kita dan melanjutkan alur cerita yg sudah ditetapkan-Nya untuk kita masing-masing.

Nikmati dan isilah halaman buku kehidupanmu dgn hal-hal yg benar dan jangan lupa untuk selalu bertanya kepada Tuhan tentang apa yg harus di tulis tiap-tiap harinya, supaya saat halaman terakhir buku kehidupanmu selesai, engkau didapati sebagai pribadi yg berkenan dan buku kehidupanmu layak untuk dijadikan teladan bagi generasi setelahnya.

Selamat menulis di buku kehidupanmu dgn tinta cinta dan pena kebijakan.

The Devil and The Duck

Posted: 18 March, 2011 in Faith

Ada seorang anak laki2 mengunjungi kakek nenek nya di pertaniannya.
Dia diberikan senapan untuk bermain diluar dengan kayu2
Dia berlatih menggunakan kayu, tapi dia tidak bisa mengenai sasaran
Dia putus asa, dan dia berbalik untuk makan malam
Sewaktu dia sedang berjalan kebelakang, dia melihat bebek peliharaan nenek
Secara reflek, dia menggunakan ketapel tsb dan mengenai bebek itu tepat di kepalanya dan mati.

Dia sangat kaget dan tercengang.

Didalam kepanikan, dia menyembunyikan bangkai bebek di lubang kayu dan saudara perempuannya melihatnya !!!
Sally melihat semuanya, tapi dia tidak mengatakan apa2.
Setelah makan siang, esoknya nenek berkata, Sally tolong cucikan piring.
Tapi Sally berkata, “Nenek Jonny bilang dia ingin membantu di dapur !!”
Kemudian dia berbisik kepadanya, inget bebek itu ??
Jadi, Jonny yang mencuci piring

Hari berikutnya, kakek mengajak mereka untuk ikut  memancing, tapi nenek berkata, ” wah sayang sekali tapi Sally harus membantuku membuat makanan untuk makan malam.”
Sally hanya tersenyum, hm…tidak apa2 karena Jonny bilang akan membantu nenek dirumah.
Sally berbisik kembali ke Jonny, inget bebek itu??
Jadi Sally pergi memancing dan Johnny tinggal untuk membantu nenek

Setelah beberapa hari Johny dikerjain Sally, akhirnya Johny tidak  tahan lagi.
Dia datang kepada nenek dan mengaku bahwa dia telah membunuh bebek nya itu.

Nenek berlutut, dan memeluknya dan berkata, SAYANG, SAYA TAHU, KAMU TAU, SAYA SEDANG BERDIRI DEKAT JENDELA DAN SAYA MELIHAT SEMUANYA, TAPI KARENA SAYA MENGASIHI KAMU, SAYA MEMAAFKAN KAMU. SAYA BERHARAP BERAPA LAMA KAMU AKAN MEMBIARKAN SALLY MEMPERBUDAK KAMU

Apapun yg terjadi di masa lalu, apapun yg kamu lakukan..iblis memperlihatkan kembali kepada kita, kebohongan, ketakutan, hutang, amarah,kepahitan, kebiasaan buruk dll.. apapun itu…KAMU PERLU TAHU BAHWA..

TUHAN SEDANG BERADA DI JENDELA DAN DIA MELIHAT SEMUANYA…

Dia sedang melihat semua hidup kamu. Dia ingin kamu mengetahui bahwa dia mengasihimu dan kamu telah diampuni. Dia hanya berharap berapa lama kamu akan membiarkan iblis memperbudak kamu.

Hal yg terbesar tentang Tuhan adalah ketika kamu meminta pengampunan. .
Dia tidak hanya mengampuni kamu, tapi dia melupakan segala dosa2 mu dimasa lalu

 

Sumber

Pelukan Kasih Tuhan

Posted: 29 October, 2010 in Faith

Ada seorang pengembara yang sangat ingin melihat pemandangan yang ada di balik suatu gunung yang amat tinggi. Maka disiapkanlah segala peralatannya dan berangkatlah ia. Karena begitu beratnya medan yang harus dia tempuh, segala perbekalan dan perlengkapannya pun habis. Akan tetapi, karena begitu besar keinginannya untuk melihat pemandangan yang ada di balik gunung itu, ia terus melanjutkan perjalannya. Sampai suatu ketika, ia menjumpai semak belukar yang sangat lebat dan penuh duri. Tidak ada jalan lain selain ia harus melewati semak belukar itu.

Pikir pengembara itu “Wah, jika aku harus melewati semak ini, maka kulitku pasti akan robek dan penuh luka. Tapi aku harus melanjutkan perjalanan ini.”

Maka pengembara itupun mengambil ancang-ancang dan ia menerobos semak itu.

Ajaib, pengembara itu tidak mengalami luka goresan sedikitpun. Dengan penuh sukacita, ia kemudian melanjutkan perjalanan dan berkata dalam hati “Betapa hebatnya aku.

Semak belukarpun tak mampu menghalangi aku.”

Selama hampir 1 jam lamanya ia berjalan, tampaklah di hadapannya kerikil-kerikil tajam berserakan. Dan tak ada jalan lain selain dia harus melewati jalan itu. Pikir pengembara itu untuk kedua kalinya “Jika aku melewati kerikil ini, kakiku pasti akan berdarah dan terluka.

Tapi aku tetap harus melewatinya.”

Maka dengan segenap tekadnya, pengembara itu berjalan. Ajaib, ia tak mengalami luka tusukkan kerikil itu sedikitpun dan tampak kakinya dalam keadaan baik-baik saja.

Sekali lagi ia berkata dalam hati : “Betapa hebatnya aku. Kerikil tajampun tak mampu menghalangi jalanku.”

Pengembara itupun kembali melanjutkan perjalanannya. Saat hampir sampai di puncak gunung itu, ia kembali menjumpai rintangan. Batu-batu besar dan licin menghalangi jalannya, dan tak ada jalan lain selain dia harus melewatinya. Pikir pengembara itu untuk yang ketiga kalinya : “Jika aku harus mendaki batu-batu ini, aku pasti akan tergelincir dan tangan serta kakiku akan patah. Tapi aku ingin sampai di puncak itu. Aku harus melewatinya.”

Maka pengembara itupun mulai mendaki batu itu dan ia…tergelincir. Aneh, setelah bangkit, pengembara itu tidak merasakan sakit di tubuhnya dan tak ada satupun tulangnya yang patah.

“Betapa hebatnya aku. Batu-batu terjal inipun tidak dapat menghalangi jalanku.”

Maka, ia pun melanjutkan perjalanan dan sampailah ia di puncak gunung itu. Betapa sukacitanya ia melihat pemandangan yang sungguh indah dan tak pernah ia melihat yang seindah ini. Akan tetapi, saat pengembara itu membalikkan badannya, tampaklah di hadapannya sosok manusia yang penuh luka sedang duduk memandanginya.

Tubuhnya penuh luka goresan dan kakinya penuh luka tusukan dan darah. Ia tak dapat menggerakkan seluruh tubuhnya karena patah dan remuk tulangnya.

Berkatalah pengembara itu dengan penuh iba pada sosok penuh luka itu : “Mengapa tubuhmu penuh luka seperti itu? Apakah karena segala rintangan yang ada tadi? Tidak bisakah engkau sehebat aku karena aku bisa melewatinya tanpa luka sedikitpun? Siapakah engkau sebenarnya?”

Jawab sosok penuh luka itu dengan tatapan penuh kasih : “Aku adalah Tuhanmu. Betapa hati Ku tak mampu menolak untuk menyertaimu dalam perjalanan ini, mengingat betapa inginnya engkau melihat keindahan ini. Ketahuilah, saat engkau harus melewati semak belukar itu, Aku memelukmu erat supaya tak satupun duri merobek kulitmu. Saat kau harus melewati kerikil tajam, maka Aku menggendongmu supaya kakimu tidak tertusuk. Ketika kau memanjat batu licin dan terjatuh, Aku menopangmu dari bawah agar tak satupun tulangmu patah. Ingatkah engkau kembali padaKU?”

Pengembara itupun terduduk dan menangis tersedu-sedu.

Untuk kedua kalinya, Tuhan harus menumpahkan darahNya untuk suatu kebahagiaan.

Kadang, kita lupa bahwa Tuhan selalu menyertai & melindungi kita.

Kita lebih mudah ingat betapa hebatnya diri kita yang mampu melampaui segala rintangan tanpa menyadari bahwa Tuhan bekerja di sana. Dan sekali lagi, Tuhan harus berkorban untuk keselamatan kita. Maka, seperti Tuhan yang tak mampu menolak untuk menyertai anakNya, dapatkah kita juga tak mampu menolak segala kasihNya dalam perjalanan hidup kita dan membiarkan tanganNya bekerja dalam hidup kita?

 

Di awal zaman, Tuhan menciptakan seekor
sapi.
Tuhan berkata kepada sang sapi
“Hari ini kuciptakan kau Sebagai sapi
engkau harus pergi ke padang rumput.
Kau harus bekerja dibawah terik matahari
sepanjang hari. Kutetapkan umurmu sekitar 50
tahun ”.
Sang Sapi keberatan, “Kehidupanku akan
sangat berat selama 50 tahun.
Kiranya 20 tahun cukuplah buatku.
Kukembalikan kepada Mu yang 30 tahun.”
Maka setujulah Tuhan.

Di hari kedua, Tuhan menciptakan monyet.
“Hai monyet, hiburlah manusia. Aku
berikan kau umur 20 tahun!”
Sang monyet menjawab: “What? Menghibur
mereka dan membuat mereka tertawa? 10 tahun
cukuplah. Kukembalikan 10 tahun pada Mu ”
Maka setujulah Tuhan.

Di hari ketiga, Tuhan menciptakan anjing.
“Apa yang harus kau lakukan adalah
menjaga pintu rumah majikanmu. Setiap
orang mendekat kau harus
menggonggongnya. Untuk itu kuberikan
hidupmu selama 20 tahun.. ”
Sang anjing menolak,
“Menjaga pintu sepanjang hari selama 20
tahun ? No way..! Kukembalikan 10 tahun
pada Mu ” Maka setujulah Tuhan.

Di hari keempat, Tuhan menciptakan manusia.
Sabda Tuhan :
“Tugasmu adalah makan, tidur dan
bersenang-senang. Inilah kehidupan. Kau
akan menikmatinya. Akan kuberikan
engkau umur sepanjang 25 tahun !”
Sang manusia keberatan, katanya
“Menikmati kehidupan selama 25 tahun?
Itu terlalu pendek Tuhan.”
Let’s make a deal. [jaman dulu udah ada
bahasa inggris ya =)) )
Karena sapi mengembalikan 30 tahun
usianya, lalu anjing mengembalikan 10
tahun, dan monyet mengembalikan 10
tahun usianya pada Mu, berikanlah
semuanya itu padaku. Semua itu akan
menambah masa hidupku menjadi 75
tahun. Setuju ?”
Maka setujulah Tuhan.

AKIBATNYA… ……… ……… ……….
Pada 25 tahun pertama kehidupan sebagai
manusia dijalankan kita makan, tidur dan
bersenang-senang.
30 tahun berikutnya menjalankan kehidupan
layaknya seekor sapi kita harus bekerja keras
sepanjang hari untuk menopang keluarga kita.
10 tahun kemudian kita menghibur dan
membuat cucu kita tertawa dengan berperan
sebagai monyet yang menghibur.
Dan 10 tahun berikutnya kita tinggal dirumah,
duduk didepan pintu dan menggonggong
kepada orang yang lewat : Uhuk, uhuk (batuk)…

God’s Boxes

Posted: 1 October, 2009 in Faith

I have in my hands two boxes,
aku mempunyai dua kotak di tanganku

Which God gave me to hold.
yang Tuhan berikan kepadaku untuk aku pegang.

He said, “Put all your sorrows in the black box,
Dia berkata, “Taruhlah semua kesedihanmu ke dalam kotak yang hitam,

And all your joys in the gold.”
Dan semua kegembiraanmu ke dalam kotak yang berwarna emas”

I heeded His words, and in the two boxes,
aku mengikuti kata-kataNya, dan di dalam kedua kotak itu

Both my joys and sorrows I stored,
kesemua kegembiraan dan kesedihanku kusimpan

But though the gold became heavier each day,
Tetapi walaupun kotak yg berwarna emas menjadi makin berat setiap hari

The black was as light as before.
kotak yang hitam tetap ringan seperti semula

With curiosity, I opened the black,
dengan penuh rasa ingin tahu, kubuka kotak yang hitam

I wanted to find out why,
aku ingin tahu mengapa

And I saw, in the base of the box, a hole,
dan aku lihat, di dasar kotak hitam itu, sebuah lubang

Which my sorrows had fallen out by.
dimana semua kepedihanku jatuh keluar

I showed the hole to God, and mused,
kutunjukkan lubang di kotak hitam itu kepada Tuhan dan merenung

“I wonder where my sorrows could be!”
aku heran kemana perginya semua kepedihanku

He smiled a gentle smile and said,
Dia tersenyum lembut dan berkata

“My child, they’re all here with me..”
“Anakku, semua kepedihanmu itu ada di sini bersamaku

I asked God, why He gave me the boxes,
aku bertanya pada Tuhan, mengapa Ia memberiku kotak-kotak itu

Why the gold and the black with the hole?
mengapa kotak berwarna emas dan hitam dg lubang di dasarnya?

“My child, the gold is for you to count your blessings,
“Anakku, kotak berwarna emas adalah untuk mu menghitung berkat-berkatmu

The black is for you to let go.”
dan yang hitam untukmu melepaskan semua bebanmu

Penjual Daun Jati

Posted: 1 October, 2009 in Faith

Suatu hari saat pulang ke rumah sehabis melakukan trip bisnis jam sudah menunjukan pukul 2 dini hari, badan dan pikiran terasa letih sekali, perut lapar. Walaupun ada roti di mobil yang tadi kubeli namun tidak kumakan karena rasa roti tidak seperti yg kuharapkan. Terucap keluhan ,”Ya Tuhan kenapa hidup kok melelahkan seperti ini ?”

Ketika tiba di depan rumah, aku melihat 2 orang ibu tua penjual daun jati. Rasa ingin tahuku mulai timbul, kucoba untuk mendekati mereka dan bertanya dari mana daun sebanyak itu berasal. Ternyata berasal dari pinggir hutan yg aku tahu jaraknya sekitar 20 km. Aku berpikir, gila juga ibu-ibu itu memanggul daun jati seberat ±40 kg dipunggungnya dan berjalan dgn terbongkok melewati jalan berbatu dan gelap…. dan sewaktu kulihat mereka tidak memakai alas kaki. Ya ampuun, seperti apa ya rasanya ?

Ternyata mereka sedang melepas lelah di tempat yg bersih dan terang. Rupanya mereka juga hendak mengisi perut. Aku masukkan mobil ke garasi. Selintas terlihat olehku lauk mereka yang membuat aku seperti dicelikkan….hanya nasi putih, sambal dan tempe sebesar kelingking.

Sambil menurunkan barang-barangku, aku mendengar mereka sesekali tertawa yang seakan tanpa beban…timbul penyesalan kenapa aku tadi menggerutu kpdNYa.

Aku makin penasaran dan keluar lagi membawa roti yang tadi aku beli untuk kuberikan kepada mereka. Aku ajak mereka ngobrol. Ternyata mereka bekerja dari siang hari memetik daun tersebut, menata, mengikatnya dan membawanya ke kota, hanya demi 40 ribu rupiah. Mereka hanya tahu menjual daun jati dan pekerjaan lain mereka tidak mampu.

Duuh benar-benar kejadian ini membukakan mataku. Jika mereka saja sanggup mensyukuri, melakukan pekerjaan seperti itu tanpa mengerutu dan masih banyak senyum, mengapa aku tidak ??

bersyukurlah senantiasa sebab itu yang diinginkan oleh Tuhan Allahmu

Pada Jejak Kaki Ibunya

Posted: 1 October, 2009 in Faith

Hari itu adalah hari yang sibuk di rumah kami di Costa Mesa, California. Namun demikian, dengan 10 orang anak dan satu masih dalam kandungan, setiap hari cukup merepotkan. Namun khususnya pada hari itu, saya mengalami kesulitan bahkan untuk melakukan pekerjaan yang rutin sekali pun semua itu disebabkan oleh seorang anak laki-laki kecil.

Len, yang saat itu baru berumur tiga tahun, selalu membuntuti saya ke mana pun saya pergi. Ketika saya berhenti untuk mengerjakan sesuatu dan berbalik mundur, maka secara tdak sengaja saya akan menginjak kakinya sebab ia berada tepat di belakang saya tanpa sepengetahuan saya. Beberapa kali hal ini terjadi, dan saya dengan sabar selalu menganjurkan aktivitas lain yang tentunya akan lebih menyenangkan untuk dia lakukan. “Tidakkah kamu suka bermain ayunan? saya bertanya lagi.

Tetapi ia hanya memberikan sebuah senyuman yang sangat polos dan berkata, “Oh, tidak apa-apa, Ibu. Saya lebih senang berada di sini bersamamu.” Kemudian dia dengan hati yang riang gembira kembali berlari dan mengikuti saya lagi.

Setelah saya menginjak kakinya untuk yang kelima kalinya, saya mulai menjadi tidak sabar dan mendesaknya untuk pergi ke luar dan bermain dengan anak-anak lainnya. Ketika saya menanyainya mengapa ia berbuat seperti itu terus, ia memandang saya dengan matanya yang hijau indah dan berkata, “Begini, Ibu, di sekolah guru mengajar saya untuk berjalan mengikuti jejak Yesus.
Tetapi saya tidak dapat melihat Dia, jadi saya berjalan mengikuti jejak ibu.”

Saya mendekap Len dalam tangan saya dan memeluknya erat-erat. Air mata kasih dan kerendahan hati mengalir ke luar bersama dengan doa yang saya panjatkan dalam hati saya – sebuah doa syukur untuk hal yang demikian sederhana, suatu harapan indah dari seorang anak laki-laki yang berusia tiga tahun.

(Davida Dalton – Chicken Soup for the Christian Soul)